Dikelola Optimal SDA Kalteng Berdampak Positif

Dengan pengelolaan SDA yang berdampak positif bagi seluruh pihak, diharapkan bisa menjadikan Kalimantan Tengah semakin maju dan memberikan dampak positif.

Dikelola Optimal SDA Kalteng Berdampak Positif
Ilustrasi perkebunan sawit milik perusahaan (aprobi.or.id)

Palangka Raya - Melihat potensi kekayaan sumber daya alam Kalimantan Tengah (Kalteng), sejatinya masyarakat di wilayah setempat harusnya telah merasakan kesejahteraan yang lebih baik. Namun, kenyataannya masih ada ketimpangan ekonomi yang dialami oleh sebagian masyarakat di Kalteng. Hal ini disebabkan oleh penguasaan SDA oleh segelintir orang saja, yang dapat memunculkan konflik agraria, khususnya pada sektor perkebunan.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perkebunan Kalteng Rizky R Badjuri mengungkapkan sedikitnya 21 kasus konflik perkebunan berhasil diselesaikan pada tahun 2022. Namun, penyelesaian tersebut tidak selalu mendekati peraturan, karena jika mengutamakan aturan, kesejahteraan masyarakat akan sulit dipenuhi.

“Musyawarah mufakat sering kali dilakukan agar bisa menemukan titik temu dalam penyelesaian konflik agraria,” ujarnya, Sabtu (20/1).

Hingga saat ini, persoalan konflik agraria yang dipicu oleh kemitraan plasma di Kalteng masih terjadi. Dugaan aksi penjarahan oleh masyarakat terhadap suatu kebun milik korporasi menjadi salah satu contoh konflik yang muncul.

Rizky menjelaskan ada dua permasalahan yang melatarbelakangi timbulnya konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan di Kalteng, yaitu permasalahan lahan dan non-lahan. Persoalan lahan terjadi karena klaim lahan yang belum mendapat ganti rugi, belum mendapat ganti rugi tanam tumbuh, tetapi usaha perkebunan perusahaan sudah beroperasi. 

“Selain itu, konflik juga terjadi karena adanya masyarakat yang merasa bahwa tanah mereka diambil alih oleh perusahaan perkebunan,” imbuhnya.

Menurut Rizky, persoalan ini tidak mudah untuk diselesaikan, akan tetapi pemerintah dan korporasi seharusnya akan memastikan pengelolaan SDA berdampak positif bagi seluruh pihak. Salah satu solusinya adalah adanya kebijakan yang meminimalisir ketimpangan ekonomi dan menjamin hak masyarakat khususnya hak atas kepemilikan lahan.

Penggunaan istilah plasma yang gemar dikaitkan dengan program kemitraan korporasi dan masyarakat sebaiknya ditinjau ulang. Hal ini perlu dilakukan karena penggunaannya sering menimbulkan persepsi salah tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam kerjasama.

“Kita semua berharap adanya penyelesaian konflik agraria yang adil dan berkelanjutan. Dengan pengelolaan SDA yang berdampak positif bagi seluruh pihak, diharapkan bisa menjadikan Kalimantan Tengah semakin maju dan memberikan dampak positif bagi masyarakat di wilayah setempat,” pungkasnya.

Ikuti Nusapaper.com di Google News untuk mendapatkan berita terbaru.