Industri Perbankan di Indonesia Siap Menghadapi Berakhirnya Stimulus Restrukturisasi
Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 menjadi kebijakan yang sangat penting dalam menghadapi dampak pandemi, seperti memberikan ruang bernafas kepada debitur terutama pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Palangka Raya - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa industri perbankan di Indonesia telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 pada 31 Maret 2024.
Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 menjadi kebijakan yang sangat penting dalam menghadapi dampak pandemi, seperti memberikan ruang bernafas kepada debitur terutama pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Dengan kondisi yang tetap membaik dan kinerja yang bagus dari aset perbankan yang kompetitif, industri perbankan di Indonesia siap untuk menghadapi dinamika perekonomian," ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa, Selasa (2/4).
Ia menambahkan kebijakan stimulus perintis yang diterapkan di sektor keuangan telah memberikan kontribusi yang positif dalam menopang perekonomian Indonesia sejak pandemi Covid-19 melanda. Seiring pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik dengan rasio kecukupan modal (CAR) di level 27,54 persen, tingkat likuiditas yang memadai, dan kualitas kredit yang terjaga.
"Outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 perbankan yang diberikan kepada 977 ribu debitur pada Januari 2024 telah menurun signifikan menjadi sebesar Rp251,2 triliun," imbuhnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa dengan berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit pada 31 Maret 2024, OJK telah mempersiapkan industri perbankan, menilai kesiapan perbankan, dan kondisi ekonomi secara makro dan sektoral.
"OJK melihat potensi kenaikan risiko kredit dan ketahanan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik. Kesiapan perbankan serta kebijakan risiko yang ketat terus dipantau oleh OJK," sebutnya.
Meski dinamika terus berubah, OJK percaya bahwa integritas laporan keuangan perbankan dapat semakin membaik dan akan mengacu pada praktik terbaik dalam standar keuangan yang berlaku. OJK juga melakukan langkah pengawasan untuk memastikan kesiapan setiap bank dan memastikan kelancaran normalisasi kebijakan tersebut. Dalam waktu yang cukup lama, OJK yakin bahwa industri perbankan di Indonesia akan tetap memiliki daya tahan yang kuat dan selalu siap untuk menghadapi dinamika perekonomian selanjutnya.
Pemerintah telah mencabut status pandemi Covid-19 pada Juni 2023 dan kondisi perekonomian Indonesia kembali pulih dengan pertumbuhan 5,04 persen pada tahun 2023. Oleh karena itu, stimulus restrukturisasi kredit yang menghadirkan landmark policy dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum telah berhasil memberikan kontribusi yang nyata dalam menopang tekanan terhadap perekonomian sejak awal pandemi hingga saat ini.
"OJK mengambil kebijakan untuk memperpanjang stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 hingga 31 Maret 2024 pada segmen, sektor, industri, dan daerah tertentu agar pemulihan perekonomian dapat terus terjaga. Kendati demikian, kebijakan yang diberlakukan tetap memperhatikan aspek manajemen risiko dan penerapan aspek stringent agar tidak terjadi moral hazard pada pihak perbankan," jelasnya.
Kebijakan restrukturisasi kredit perbankan menjadi bentuk dukungan terhadap debitur dalam melewati masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19. Industri perbankan di Indonesia siap menghadapi berbagai dinamika perekonomian yang terjadi dengan daya tahan yang kuat, selalu siap menghadapi risiko-risiko yang mungkin timbul, dan menyesuaikan diri dengan kebijakan normal ke depannya.