Menangkap Ikan, Baburu, dan Mangayau: Menggali Kekayaan Budaya Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah

Buku ini awalnya berada di Belanda dan ditulis dalam bahasa Inggris. Kini, buku tersebut menjadi bagian dari literasi Kalteng yang dapat dinikmati oleh para pecinta buku dan masyarakat umum.

Menangkap Ikan, Baburu, dan Mangayau: Menggali Kekayaan Budaya Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah
Buku terjemahan pertama milik Dispursip Kalteng mengenai budaya masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah.

Palangka Raya - Dalam era globalisasi seperti saat ini, semakin sulit menemukan dokumen atau literasi penduduk asli yang hilang. Namun, Kalteng melalui bidang Deposit, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kalimantan Tengah telah melakukan upaya untuk menjaga kekayaan literasi lampau. 

Salah satu buku yang berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah "Menangkap Ikan, Baburu, dan Mangayau: Kebudayaan Suku Dayak Ngaju Masa Lampau Kalimantan Tengah". Buku ini awalnya berada di Belanda dan ditulis dalam bahasa Inggris. Kini, buku tersebut menjadi bagian dari literasi Kalteng yang dapat dinikmati oleh para pecinta buku dan masyarakat umum.

Menangkap ikan, Baburu, dan Mangayau tidak hanya menjadi kegiatan cara mencari makanan dan tradisi bagi masyarakat Dayak Ngaju. Namun, di balik proses menangkap ikan, Baburu, dan Mangayau, tersimpan nilai-nilai budaya dan peradaban luar biasa. 

"Dalam buku ini, kita dapat menemukan bagaimana masyarakat Dayak Ngaju memperkenalkan konsep kebersamaan dan saling membantu. Kegiatan menangkap ikan, Baburu, dan Mangayau tidak hanya merupakan kegiatan individu, tetapi juga menjadi kegiatan yang merekatkan komunitas," ujar Rody, Kepala Bidang Deposit, Dispursip Kalteng, Jumat (17/11).

Lebih lanjut disampaikan Rody, dengan terbitnya buku ini, masyarakat dan peneliti akan lebih mudah mengakses wawasan tentang kebudayaan Dayak Ngaju Kalimantan Tengah. Diharapkan, upaya ini tidak hanya menjadi bagian dari pengembangan kebudayaan lokal, tetapi juga dapat membantu dalam menjaga kekayaan literasi masa lampau.

Hal senada disampaikan oleh Donny Laseduw seorang pemerhati sosial budaya Kalteng yang mengapresiasi upaya Dispursip untuk menerjemahkan transkrip-transkrip lawas terkaitnya kebudayaan Kalteng. Ia menilai apa yang dilakukan oleh Dispursip Kalteng merupakan sebuah langkah futuristik dalam bidang literasi.

"Saat ini, kelemahan kita dalam literasi seperti membaca, menulis, dan berbicara runtut masih terbilang lemah, sehingga peran perpustakaan daerah dalam menjaga budaya literasi menjadi penting. Bahkan, jika kita melihat di luar negeri, banyak masyarakat yang tertarik dan antusias untuk mengetahui dan mempelajari budaya Dayak," ujarnya.

Donny juga menekankan pemerintah daerah harus terus mendorong perpustakaan untuk menggali dan membawa kembali warisan budaya Dayak ke tempat asalnya walaupun dalam bentuk terjemahan. Dalam hal ini Donny menyebutkan masyarakat pun harus menerima bahwa budaya daerah adalah sesuatu yang harus dilestarikan dan banggakan.

"Dengan hadirnya perpustakaan daerah, kita dapat terus memelihara dan mempromosikan kekayaan budaya Dayak. Selain itu, kita juga dapat meningkatkan literasi masyarakat dan memberikan akses yang lebih mudah untuk membuka diri pada wawasan dan budaya yang berbeda," pungkas Donny.

Ikuti Nusapaper.com di Google News untuk mendapatkan berita terbaru.