Pemkab Kotawaringin Timur Evaluasi Perda tentang Penanganan Dampak Konflik Etnik
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) sedang mengkaji ulang Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2004 yang mengatur tentang penanganan penduduk dampak konflik etnik. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap dinamika sosial masyarakat yang semakin beragam di daerah ini.

Sampit - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) sedang mengkaji ulang Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2004 yang mengatur tentang penanganan penduduk dampak konflik etnik. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap dinamika sosial masyarakat yang semakin beragam di daerah ini.
"Saya mengapresiasi inisiatif yang diambil oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kotim, mengingat sejarah konflik etnik yang pernah terjadi pada tahun 2001," kata Wakil Bupati Kotim, Irawati, Rabu (15/6).
Menurut Irawati, partisipasi masyarakat dalam pembentukan kebijakan publik adalah hak yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Oleh karena itu, evaluasi terhadap Perda tersebut melibatkan tokoh adat dan tokoh masyarakat Kotim untuk memberikan masukan yang berharga.
"Indonesia memiliki keberagaman suku, agama, ras, dan budaya yang tak terhindarkan. Kami berupaya untuk menyatukan persepsi guna menghasilkan keputusan yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi semua warga, karena Kotim adalah tempat yang terbuka untuk seluruh masyarakat," tambahnya.
Kepala Badan Kesbangpol Kotim, Sanggul Lumban Gaol, menjelaskan bahwa evaluasi ini dilakukan karena Perda yang telah berusia 20 tahun tersebut hanya mengatur tentang suku tertentu, sementara di Kotim terdapat keragaman masyarakat dari berbagai latar belakang suku, adat, budaya, dan agama.
"Kami melakukan evaluasi terhadap Perda tersebut untuk menjaga keberagaman dan membangun kerjasama dalam menciptakan situasi yang kondusif bagi pembangunan kabupaten yang kita cintai," ujar Sanggul.
Kesbangpol Kotim juga mendorong seluruh tokoh masyarakat, terutama Dewan Adat Dayak (DAD) dan Lembaga Masyarakat Desa Adat Kalimantan Tengah (LMDDKT) sebagai pemilik bumi, untuk terlibat dalam tim teknis yang dibentuk. Filosofi "bumi dipijak disitu langit dijunjung" dijadikan landasan dalam proses evaluasi ini.
"Perda tentang dampak konflik etnis akan kami harmonisasikan agar dapat menjembatani berbagai permasalahan di lapangan, termasuk masalah usaha, pekerjaan, dan kesejahteraan anak muda. Semoga inisiatif ini diterima baik oleh seluruh masyarakat Kotim dan menjadi kontribusi terbaik dalam memupuk kebinekaan di tanah air yang kita cintai," tutupnya.